"Saya ingin mengatakan, kita berterimakasih kepada generasinya Pak Harto. Karena kita punya kritik kepada Orde Baru sebesar apapun, tetapi organisasi negara itu dibikin lengkap dan sempurna pada zaman kepemimpinan generasinya Pak Harto," ungkapnya.
Selain berterima kasih kepada Bung Karno, Fahri Hamzah ingin agar bangsa Indonesia juga berterima kasih kepada generasi Presiden Kedua Indonesia Soeharto.
JAKARTA - Perjalanan hidup Presiden Kedua Indonesia Soeharto memang tidak mudah. Terlahir di keluarga petani yang sederhana, bahkan dirinya sering dititipkan di rumah orang.
Pada sebuah babak kehidupannya, Soeharto mesti pindah ke Wonogiri dan tinggal pada keluarga teman ayahnya, seorang pensiunan pegawai kereta api, Pak Hardjowijono.
Keluarga Pak Hardjowijono tidak punya anak. Soeharto jadi tangan kanan mereka dalam membantu ini dan itu di rumahnya. Soeharto membersihkan rumah sebelum pergi ke sekolah. Soeharto disuruh belanja ke pasar dan menjual hasil kerajinan tangan Ibu Hardjo. Dan bahkan Soeharto suka-suka harus memasak pada sore hari atau kalau sedang tidak bersekolah. Tetapi mengenai hal itu Soeharto tidak mengeluh. Saya mendapat didikan yang bermanfaat, sangat bermanfaat di rumah Pak Hardjowijono.
Mengenai ini, dirinya berpikir bahwa tugas dan fungsi Presiden sebagai Panglima Tertinggi tidak memerlukan atribut dan harus bisa dilaksanakan tanpa itu. Secara konstitusi sudah jelas pula, Presiden itu memegang kekuasaan tertinggi Angkatan Perang.
Dus, sudah secara otomatis dan tidak perlu ditonjolkan dengan atribut, pakai tanda pangkat jenderal dan sebagainya. Dengan ini, Soeharto ingin menunjukkan bahwa tanpa atribut, tanda pangkat, bendera, dan sebagainya itu, secara konstitusi Presiden itu sudah kuat.
Tanpa sebutan Panglima Tertinggi dalam konstitusi, memang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Perang kita berada di tangan Presiden. Dengan sikapnya itu, Soeharto ingin menunjukkan bahwa tanpa pangkat jenderal pun Presiden bisa memegang komando Angkatan Perang.